MasukDaftarHalaman Saya
Pengasuhan Anak
Solusi Para Ibu Mengatasi Anak yang Keras Kepala
Dibaca 4822
Bagikan artikel ini kepada orang-orang yang Anda sayangi.
Copy link
Sifat keras kepala anak, bagaimana solusi mengatasinya agar sama-sama baik untuk ibu dan anak?

1. Jangan membuat situasi yang memicu keras kepala anak Anda.

Sebelum anak kesal dan marah, catatlah terlebih dahulu apa-apa saja yang dapat memicu amarahnya. Lakukanlah seperti Anda menulis buku harian. Setelah 7-10 hari mencatat, Anda akan menemukan pola dari situasi-situasi yang memicu sifat ngotot dan keras kepala anak. Pahami dan cermatilah pola tersebut, dan jangan membuat situasi yang dapat memicu munculnya sifat tersebut. Jika lingkungan berubah, maka gejala anak pun akan berubah.

2. Tentukan dengan tegas mengenai hal-hal yang diijinkan.

Ketika anak bisa mendapatkan hal-hal yang diinginkannya dengan bersifat ngotot dan keras kepala, ia akan berpikir bahwa cara itu mampu menyelesaikan segalanya. Dan selanjutnya, akan semakin sulit bagi orangtua untuk mengendalikan sifat tersebut. Selalu mengabulkan permintaan anak, atau sebaliknya, selalu tidak mengacuhkan anak, sama-sama akan mempersulit keadaan.

Yang terpenting adalah 'memberitahukan anak mengenai hal-hal yang Anda ijinkan'. Misalnya, jika Anda terus memberitahukan kepada anak bahwa ia tidak boleh bermain di dapur, dan tidak mengabulkan permintaannya meskipun ia menangis tersedu-sedu, maka anak akan akhirnya paham bahwa perilaku tersebut tidak diperbolehkan. Beritahukan dengan konsisten mengenai apa yang dilarang dan apa yang diijinkan, maka bayi pun akan bertingkah laku sambil mematuhi aturan ibu.

3. Jangan ikut naik pitam saat bayi ngotot/keras kepala.

Anak hanya bisa mengekspresikan dirinya dengan cara itu. Bagi anak, ia semata-mata hanya sedang mengekspresikan dirinya. Tetapi jika ibu berteriak dan memarahinya (atau bersikap panik), hati anak akan terluka.

Pada situasi demikian, anak hanya akan patuh dan menurut saat dimarahi, dan ia akan perlahan terbiasa dengan sosok ibu yang pemarah. Lalu selanjutnya, ia akan kebal dan mati rasa saat dimarahi, dan sifat keras kepalanya akan semakin parah. Anak juga malah akan memperlihatkan sifat keras kepala saat ibu tidak bersamanya, atau di saat ibu sedang bersama orang-orang lain. Saat anak memperlihatkan sifat keras kepalanya, pertahankanlah ketenangan Anda, dan jangan ikut naik pitam.

4. Jangan tergesa-gesa, dan tenanglah sejenak!

Sifat ibu yang sibuk, terburu-buru, dan latah, tidak akan bisa sabar menghadapi sifat keras kepala anak. Karena terburu-buru harus mengerjakan hal lain, saat anak meledak, ibu akan cenderung menyerah pada kemauan anak. Akibatnya, anak akan menjadikan sifat ngotot itu sebagai senjata untuk mendapatkan keinginannya. Ia juga akan berpikir bahwa cara merengek-rengek dan keras kepala merupakan cara yang lebih mudah untuk mendapatkan sesuatu daripada berkomunikasi dengan bahasa.

5. Perlihatkan sosok Anda mengekspresikan keinginan melalui kata-kata yang logis, masuk akal, dan mudah dimengerti.

Ayah dan ibu merupakan panutan anak untuk mempelajari akhlak dan moral. Jika orangtua memperlihatkan teladan yang baik dalam bertingkah laku, maka anak akan melihat, belajar, dan meniru. Di saat terjadi perselisihan, jika orang tua mengekspresikan pendapatnya dengan tertata rapi dan masuk di akal, maka saat anak menghadapi situasi yang sama, ia pun akan bertingkah laku sama seperti apa yang telah ia lihat dari ayah dan ibunya.

6. Konsistensi saat mendisiplinkan anak sangat penting.

Selalu pertahankan sikap yang sama saat anak memperlihatkan sifat keras kepalanya. Jika Anda terbiasa mengabulkan keinginannya meskipun ia mulai merengek sedikit saja, langsung marah, atau bahkan tidak menghiraukannya, Anda hanya akan membuatnya kebingungan terhadap situasi yang ada.

Jika situasi seperti itu berlanjut, maka anak akan mengingat dan mengulang caranya sendiri untuk mendapatkan sesuatu. Yaitu dengan merengek-rengek tentunya. Saat anak bersifat keras kepala, tentukan cara apa yang Anda gunakan, dan teruslah gunakan cara tersebut untuk mengatasi anak.
Sebisa mungkin, ijinkanlah hal-hal yang memang tidak apa-apa untuk dilakukan. Jika memang keinginan anak tidak bisa Anda kabulkan, maka jangan menyerah padanya dan bertahanlah hingga ia bersikap tenang kembali. Beritahukanlah dengan tegas, "Nggak boleh. Adik nggak boleh melakukan hal itu.". Percayalah bahwa pengasuhan yang konsisten dapat meluluhkan sifat keras kepalanya.      

7. Ajarkan anak cara untuk bernegosiasi dan berkompromi.

Jika anak terus ngotot untuk melakukan sesuatu, akan sulit dan melelahkan jika Anda menunggu hingga luapan amarahnya reda atau jika Anda dengan sengaja berusaha untuk mendisiplinkannya. Karena itu, beritahukanlah anak cara untuk bernegosiasi. Misalnya, jika anak ngotot ingin terus bermain dan tidak mau pulang dari taman, Anda bisa berkata, "Bunda akan berhitung mulai dari 1 sampai 10 perlahan-lahan. Selama Bunda menghitung kamu bisa bermain, tapi kalau Bunda sudah selesai berhitung, kita pulang ya~".

Untuk mengontrol sifat keras kepala anak, daripada terus menolak permintaan anak, lebih baik Anda menentukan standar yang sesuai dan panduan yang spesifik terhadap sikap anak. Panduan spesifik 'berhitung mulai dari 1 sampai 10' akan dipahami anak, dan ia akan bisa diyakinkan bahwa ia juga bisa mendapatkan keinginannya dengan mematuhi aturan main yang ada.

8. Bantulah anak untuk mengalami sendiri.

Jika memang anak merengek-rengek dan ngotot untuk melakukan hal-hal yang masih dalam batas wajar dan aman, sebisa mungkin biarlah ia melakukannya. Biarkan ia mengalaminya sendiri, barulah ia akan menyadari bahwa yang ia lakukan membuatnya tidak nyaman, dan lain kali ia tidak akan ngotot lagi.

Jika anak ngotot untuk memakai jaket kesayangannya saat cuaca sangat panas, biarkan ia memakainya. Ketika ia merasa kepanasan, dan setelah itu, katakan "alasan Bunda tidak mengijinkan kamu memakai jaket tadi, karena kamu menjadi kepanasan sekarang. Gimana kalo kita ganti kaos yang ini aja? Nanti kalo cuacanya dingin, baru kita pakai jaketnya lagi."

Jika anak menyadari bahwa keputusan yang ia buat ternyata membuatnya kesulitan, selanjutnya, ia akan mendengar dengan patuh saran Anda. Seiring dengan itu, kepercayaan anak terhadap anak akan bertumbuh juga.

Jangan pernah menyerang emosi anak! Ucapan seperti "Tuh kan? Bunda bilang apa? Kamu nggak mau sih denger omongan Bunda. Sekarang kepanasan kan? Makanya lain kali tuh nurut kek sama Bunda!" tidak ada gunanya. Ekspresi seperti ini malah justru akan menciutkan harga dirinya.

Bahan pertimbangan
Konten Chai's Play tidak hanya terbatas diterapkan oleh ibu saja. Ayah, anggota keluarga lain, pengasuh dan para pendidik PAUD bisa mempraktikkannya juga.
Bagikan artikel ini kepada orang-orang yang Anda sayangi.
Copy link
Bagaimana dengan konten ini?