MasukDaftarHalaman Saya
Pengasuhan Anak
Jangan Ucapkan Ini Saat Anak-anak Anda Bertengkar!
Komentar 1
Dibaca 2109
Bagikan artikel ini kepada orang-orang yang Anda sayangi.
Copy link
Cara terburuk menghadapi pertengkaran anak-anak yaitu dengan ‘main tangan’ atau memberikan hukuman. Situasi konflik yang melibatkan wewenang dan kekuatan orangtua hanya dapat menanamkan pemahaman yang salah pada diri anak.

Prinsip utama: Ketika anak-anak bertengkar, janganlah mengajarkan anak untuk saling menyalahkan.

Pasti ada penyebab yang berbeda-beda dalam setiap pertengkaran. Maka seringkali ibu berperan jadi ‘juri’ yang pada akhirnya menyebabkan salah seorang anak merasa hatinya terluka karena tidak diberi kesempatan untuk menceritakan perasaannya.

Apabila bukan pertengkaran yang parah, biarkan kedua anak menyelesaikan masalah mereka berdua saja.

Ketika pertengkaran terjadi, ada beberapa ucapan yang mungkin kita sering dilontarkan. Tapi, ucapan seperti ini justru dapat membuat perasaan anak terluka.

Coba periksalah ucapan-ucapan yang sama sekali tidak baik dilontarkan kepada kedua anak yang sedang bertengkar berikut ini. Jika di antara daftar berikut ini ada ucapan yang sering Anda ucapkan, maka mulai dari sekarang, pikirkan kembali teknik pendisiplinan dan percakapan Anda, lalu ubahlah ke arah yang lebih baik.

1. “Siapa yang mulai duluan?”

Ucapan ini malah dapat memicu perang ‘tidak mau kalah’ dan saling menyalahkan di antara kedua anak. Ketika ibu sedang mencari bukti siapa yang salah, pada saat itu juga, kedua anak sudah terlanjur tarik menarik rambut mereka. Menjadi juri pada saat kedua anak sedang bertengkar merupakan cara yang kurang tepat.

2. “Kenapa begitu?”

Setelah mengetahui siapa yang salah lebih dahulu. kedua anak akan saling melemparkan tanggung jawab.

3. “Ayo cepet baikan!”

Proses berbaikan karena paksaan ibu hanya akan memunculkan keributan yang baru. Ucapan ‘maaf’ tanpa ketulusan akan tidak berguna. Sebaiknya, tunggulah sampai anak-anak menyadari kesalahan masing-masing, barulah mengarahkan mereka untuk berbaikan.

4. “Dua-duanya minta dipukul ya?”

Cara terburuk menghadapi pertengkaran anak-anak yaitu dengan ‘main tangan’ atau memberikan hukuman. Situasi konflik yang melibatkan wewenang dan kekuatan orangtua hanya dapat menanamkan pemahaman yang salah pada diri anak.

5. “Kamu kan kakak, harusnya mengalah!”, “Adik kok berani ngelawan kakak!”

Kritikan yang paling mudah muncul saat kedua anak bertengkar! Sebetulnya, yang paling penting bagi anak adalah siapa yang dapat ‘memahami perasaannya saat ini’. Apabila Anda tidak memikirkan penyebab dan proses terjadinya pertengkaran, serta tidak memahami perasaan anak, lalu mengucapkan ‘Kamu kan kakak, harusnya mengalah. Adik kan masih kecil”, “Adek kok egois sama Kakak!”, maka anak-anak pasti akan merasakan ketidakadilan. Ucapan-ucapan seperti ini akan merendahkan harga diri anak dan memicu konflik ‘sirik-sirikan’ di antara kakak dan adik.

Teknik percakapan yang bijaksana ketika kedua anak bertengkar

Pada saat anak mengungkapkan pendapatnya masing-masing, mereka ingin isi hatinya diakui dan didengar oleh orangtuanya. Namun, sebaiknya Anda menghindari memutuskan siapa yang salah ketika kedua anak bertengkar. Walaupun itu penilaian yang tepat, tapi ‘penilaian’ itu sendiri dapat mengakibatkan salah satu pihak yang merasa tidak didukung.

Ucapan-ucapan seperti “Siapa yang pukul duluan?”, “Adik yang salah sih!”, “Kakak harusnya mengalah!”, “Kalian harus dimarahi!”, “Cepat! Dua-duanya baikan!, ini bukanlah cara positif dalam menyelesaikan konflik dan akan mengganggu perkembangan sosial anak.

Kalau begitu, apa yang sebaiknya diucapkan kepada anak-anak yang bertengkar?

1. Mulailah percakapan ketika kedua anak sudah merasa tenang

Percakapan tidak akan berlangsung dengan baik jika kedua anak masih dalam keadaan emosional. Apabila bukan pertengkaran yang parah, cobalah diam-diam mengamati kedua anak sampai dapat menyelesaikan masalah mereka berdua saja. Jika Anda merasa perlu bercakap-cakap dan berdiskusi bersama, maka lakukanlah pada saat emosi kedua anak sudah menurun.

2. “Kakak kesal ya. Kamu pasti juga marah ya, dik.” - bacalah perasaan anak

Cerita yang dialami kedua anak mungkin berbeda-beda, namun mereka sama-sama merasa sedih dan kecewa. Dengarkan cerita masing-masing dan pahami perasaan kedua anak.

3. “Apa yang Kakak rasakan? Kalau Adik?”

Berikanlah kesempatan kepada masing-masing anak untuk mengutarakan perasaannya. Saat kedua anak memperdebatkan cerita masing-masing, mereka akan sulit untuk memikirkan pendapat dan perasaan orang lain.

Melalui sesi percakapan bersama-sama, anak akan dapat memahami perasaannya sendiri dan juga mendengarkan apa yang dirasakan oleh orang lain.

4. “Kakak mau apa? Adik mau apa?”

Biasanya, penyebab pertengkaran kedua anak yaitu ketika keduanya memiliki keinginan yang tidak sejalan. Tanyakan kepada masing-masing anak, sebetulnya apa yang mereka inginkan. Hargailah keinginan anak dan biarkan anak merasa bahwa keinginan mereka didengar oleh Anda. Setelah mengetahui penyebab utama pertengkaran mereka, luangkanlah waktu untuk kedua anak dapat memahami posisi dan cerita masing-masing.

5. “Sekarang, apa saja yang bisa kita lakukan?”

Penting sekali bagi orangtua untuk menanyakan pendapat masing-masing anak mengenai apa yang selanjutnya harus dilakukan. Kesalahan yang sering muncul pada tahapan ini yaitu ucapan “Kakak dulu yang minta maaf” atau “Cepat! Dua-duanya minta maaf!”, sehingga mereka terpaksa untuk saling meminta maaf. Sebaiknya Anda melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan anak-anak untuk menemukan cara penyelesaian masalah mereka sendiri. Melalui proses ini, anak dapat memiliki kemampuan menyelesaikan masalah, meningkatkan kemampuan berpikir dan membantu perkembangan sosialnya.

6. “Lain kali, sebaiknya kita harus bagaimana ya?”

Kesimpulannya, penyelesaian masalah harus selalu berdasarkan pilihan dan keputusan anak-anak. Apabila pendapat kedua anak bertentangan sampai akhir, coba diskusikanlah sekali lagi situasi yang terjadi dari awal sampai menemukan cara yang tepat. Misalnya, ucapkan “Chai dan Nori gak mau main mobil-mobilan barengan ya, kalau begitu, Bunda sudah gak bisa apa-apa lagi”, lalu berikanlah waktu sejenak agar kedua anak dapat berpikir kembali. Ketimbang orangtua secepat mungkin mencari cara penyelesaian masalah, lebih penting lagi jika mereka dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri.

Peran orangtua dalam pertengkaran kedua anak bukanlah menjadi juri atau penengah, tetapi berperan sebagai pengarah di mana dengan sendirinya, anak-anak dapat memahami mengenai “mengapa mereka bertengkar” dan “apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah”.

Sebagai orangtua, mengajarkan anak untuk segera meminta maaf dan refleksi diri dapat mengubur kesempatan anak mengembangkan kemampuan sosialnya, maka akan lebih baik jika orangtua mengajarkan teknik-teknik menyelesaikan masalah kepada anak.

Bahan pertimbangan
Konten Chai's Play tidak hanya terbatas diterapkan oleh ibu saja. Ayah, anggota keluarga lain, pengasuh dan para pendidik PAUD bisa mempraktikkannya juga.

efendialkhoirisekitar 2 tahun yang lalu
Bagus sekali ini. Jarang sekali lho orang orang disekitar kita ada yang berpikiran seperti ini. PR banget untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari pola pemikiran yang seperti ini, terutama memberi contoh pada orang-orang disekitar kita agar anak anak dapat belajar menyelesaikan masalah mereka sendiri. Apalagi dengan lingkungan sekitar yang mungkin kurang mendukung, pasti akan sulit. Aku jadi penasaran, bagaimana ya reaksi orang-orang ketika kita menerapkan hal di atas? Apakah mereka akan mendukung? Atau mereka acuh? Apakah mereka dapat mengerti dan ikut menerapkan? Atau sebaliknya, mereka malah akan menyalahkan kita?
Bagikan artikel ini kepada orang-orang yang Anda sayangi.
Copy link
Bagaimana dengan konten ini?