“Tunggu dulu!”
“Kapan-kapan Bunda belikan”
“Besok pagi boleh deh”
Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi saat Anda mengucapkan kata-kata tersebut kepada si kecil yang sedang menginginkan sesuatu. Ia akan terus menerus meminta Anda mengabulkan keinginannya sambil merengek-rengek. Kemampuan anak dalam mengendalikan dirinya sendiri masih kurang ditambah keinginannya yang tidak terpenuhi membuat si kecil menunjukkan perilaku-perilaku yang tidak diharapkan. Bagi anak, menunda keinginan merupakan tugas yang sulit. Tapi, Anda tidak mungkin membiarkan si kecil menangis, meronta-ronta, rewel begitu saja, bukan? Anak cenderung mengutamakan keinginannya ketimbang apa yang harus ia kerjakan. Oleh karena itu, cara apakah yang dapat Anda lakukan agar si kecil bisa ‘menunggu’? Sebelum mulai mempelajarinya, bacalah terlebih dahulu mengenai ‘kemampuan menunda kepuasan’ atau delayed gratification.
Apa itu ‘delayed gratification’?
‘Kemampuan delayed gratification (menunda kesenangan/kepuasan)’ adalah kemampuan sosial seseorang dalam mengontrol diri dengan cara menunda kepuasan demi mencapai hasil yang lebih besar di masa yang akan datang. Kemampuan ini berkembang sejak anak berusia sekitar 2 tahun dimana ia mulai mengerti konsep sebab akibat. Seiring bertambahnya usia, anak mulai sering menekan keinginannya sendiri dan menahan diri demi mendapatkan kepuasan yang lebih besar. Para ahli psikologi sosial telah membuktikan bahwa anak yang memiliki kemampuan menunda kepuasan yang tinggi sampai memasuki masa remaja dapat menghasilkan pengaruh positif terhadap performa akademis dan kemampuan adaptasi mereka.
Anak yang terampil dalam menunda kepuasan vs Anak yang kemampuan menunda kepuasannya perlu ditingkatkan
- Anak akan berusaha sampai akhir dalam menyelesaikan tugasnya
vs Saat masalah tidak kunjung selesai, anak cenderung cepat menyerah
- Walaupun tidak ingin melakukannya, tapi anak mengerti bahwa ada tugas yang harus ia kerjakan
vs Anak tidak akan mengerjakan hal yang tidak ia suka, tapi ia akan mengerjakan hal yang disukainya saja
- Anak mengerti dengan kata-kata ‘Nanti lagi’ ‘Sebentar dulu’
vs Jika keinginannya tidak segera dipenuhi, anak akan rewel dan tantrum
- Anak menerima situasi yang sudah dijelaskan
vs Jika diberikan penjelasan mengapa ia disuruh menunggu, anak cenderung tidak mau mendengarnya
- Efektif ketika diberikan pujian secara lisan
vs Akan lebih efektif memberikannya hadiah berupa barang ketimbang pujian lisan
4 hal yang perlu diingat orangtua dalam mengajarkan cara menunggu dengan bijak
1. Jelaskan alasan mengapa anak harus menunggu
“Sekarang main dengan ini saja dulu. Main yang kamu mau nanti kita mainkan ya.”
“Hari ini coklat kesukaanmu nggak ada. Besok baru boleh makan.”
Walaupun anak usia 1 - 2 tahun belum mengerti betul apa yang diucapkan oleh orang dewasa, tapi ia mulai bisa membaca makna dibalik ucapan Anda dengan memperhatikan intonasi, ekspresi wajah dan gerak tubuh Anda. Anak mulai pintar membaca ‘sikon’. Sebaiknya Anda memberikan alasan yang jelas mengapa keinginan anak tidak bisa dipenuhi dengan segera dan atau menceritakan kondisi Anda secara singkat. Biasanya anak usia 3 tahun ke atas mulai memahami penjelasan yang lebih mendetail.
2. Beritahukan alternatif hal yang dapat dilakukan oleh anak sekarang
“Sekarang kita belum bisa main ini, gimana kali kita main itu saja?”
“Sekarang kita belum bisa main ini. Ada permainan lain yang kamu pengin main?”
Apakah Anda menyadari bahwa kadang perilaku Anda malah memperkuat sikap keras kepala si kecil? Yang tak lain adalah ‘reaksi spontan’ dari Anda. Biasanya orangtua menyikapi keras kepala dan kerewelan anak sambil ‘ngedumel’, tapi bagi orangtua yang sudah berpengalaman banyak menghadapi anak tantrum, biasanya mereka sering berkata tegas “Jangan rewel!”, “Nggak boleh begitu” sebagai reaksi yang ditunjukkan secara spontan. Tapi, sikap orangtua seperti ini justru mengundang si kecil memberontak dan lebih keras kepala. Dalam situasi seperti ini, sebaiknya Anda memberikan alternatif pilihan permainan atau kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh anak sekarang.
Misalnya, ketika anak meminta Anda membelikan mainan baru, ketimbang berkata “Bunda nggak akan beli robot ini. Jangan rewel”, lebih baik “Sekarang Bunda tidak bisa beli mainan robot ini. Sebagai gantinya, gimana kalau Bunda siapkan makanan super enak kesukaanmu”. Carilah alternatif lain yang dapat mengalihkan perhatian si kecil.
※ Jika sikap tantrumnya semakin parah, sebaiknya bawalah si kecil ke tempat yang lebih sepi untuk berbicara dengannya.
3. Biarkan anak merasakan bahwa hasil yang baik akan datang setelah menunggu
“Gimana kalau kita tabung uangnya, terus kita belikan robot yang bisa berubah bentuk daripada mainan ini? Kamu pasti suka sekali~”
“Kalau kamu mau menunggu, nanti kamu pasti lebih senang makan bersama Ayah. Bunda kebayang wajah Ayah yang senang juga!”
Ucapkanlah betapa hebat dan membanggakannya si kecil yang mau menunggu demi hasil yang lebih baik. Melalui pengalaman ini, si kecil dapat belajar pentingnya bersikap sabar. Sama seperti menunggu buah mangga matang, penantiannya akan menghasilkan rasa yang manis.
Dalam menjalani kehidupan, manusia biasanya lebih sering dihadapkan dengan ‘hal yang harus dilakukan’ daripada ‘hal yang ingin dilakukan’. Orangtua yang selalu menyesuaikan kondisi dan menuruti semua keinginan anak, nantinya malah dapat membuat anak merasa frustrasi dan kesulitan saat terjun ke dalam dunia sosial. Agar situasi buruk tidak menimpa anak, sebaiknya mulai dari sekarang bantulah anak untuk berlatih mengendalikan keinginannya sendiri. Anak dapat mulai berlatih bersama keluarga terlebih dahulu. Pengalaman si kecil mengontrol dirinya sendiri merupakan bagian penting dalam perkembangan emosi anak yang sehat.
4. Anda tidak perlu mengganti ucapan “Nanti saja”
“Sekarang nggak bisa sayang, kamu jadi sedih ya?”
“Bunda janji lain kali pasti Bunda akan membelikannya.”
Pasti ada situasi dimana Anda tidak dapat mengabulkan keinginan anak dengan segera. Saat itu, Anda akan berkata “Nanti lagi ya~ Kapan-kapan Bunda pasti kasih”, “Tunggu dulu”. Tapi, biasanya anak-anak yang belum familiar dengan perilaku menunggu, mereka akan menghabiskan merengek dan menangis berjam-jam. Dan Anda pun akhirnya menyerah dan menuruti keinginan si kecil agar ia menghentikan sikap tantrumnya.
Melalui pengalaman yang sama dan terjadi berulang-ulang, di dalam otaknya anak akan berpikir ‘Kalau Bunda minta aku menunggu/sabar - Aku harus lebih keras - Pasti Bunda mau mengikuti keinginanku’. Pengalaman serupa membuat anak belajar bagaimana cara agar orangtua mau memenuhi keinginannya.
Ketidak-konsistenan orangtua malah memberikan dampak yang tidak baik terhadap perkembangan regulasi diri anak. Oleh karena itu, saat Anda memberikan janji, pastikan juga Anda memberikan janji yang dapat Anda tepati, dengan begitu rasa percaya anak terhadap orangtua semakin kuat dan sikap tantrum/keras kepala si kecil pun akan berkurang.