Setelah menjadi seorang ibu, Anda bukan hanya harus bersabar pada satu dua hal saja. Banyak informasi dari kanan kiri, terhadap anak harus begini, harus begitu, semua betul-betul rumit. Tetapi pada prakteknya, apa semua bisa dilakukan dengan sempurna?
Berbeda dengan teori-teori pengasuhan anak, mungkin di dunia ini tidak akan ada satupun ibu yang mampu memberikan segalanya dan memperlakukan anak dengan sempurna.
Seorang ibu juga manusia biasa. Meskipun bertaruh nyawa pada saat melahirkan anak, tetap saja Anda pasti jengkel pada saat anak mencoret-coret baju kesayangan Anda, atau menumpahkan susu saat Anda baru saja membersihkan ruangan. Kadang sulit untuk menebak mengapa anak menangis dan merengek terus, kadang gregetan juga dan ingin rasanya mencubit anak.
Tetapi, pada saat Anda marah, perasaan anak akan terluka. Saat ibunya berteriak dengan ekspresi wajah yang seram, anak akan menjadi ketakutan. Ia akan merasa tegas, cemas dan khawatir apabila ibu membencinya. Karena itu, sosok seorang ibu yang pemarah sangat buruk secara emosional dan edukasional.
Tentunya tidak mudah menahan diri dan bersabar. Jika terus dipendam dalam hati, lama-kelamaan semua bisa meledak. Jika beban dipelihara, yang ada malah jadi penyakit nantinya.
Amarah harus dilepaskan dan diselesaikan dengan selayaknya. Namun kurang baik untuk memperlihatkan sosok Anda yang sedang marah. Demi ikatan kasih sayang antara Anda dan anak, Anda harus menahan diri Anda.
Jika demikian, apakah ada cara untuk marah dengan lebih bijaksana? Adakah cara untuk melepaskan amarah dengan lebih cerdas? Anda boleh mempertimbangkan 9 cara berikut untuk mengendalikan amarah Anda.
1. Saat sedang marah, kaburlah sejenak.
Saat marah, sulit untuk berpikir dengan rasional. Jika Anda tidak bisa menang bertarung melawan kemarahan Anda saat itu, terlambat untuk menyesal nantinya. Jika Anda merasa sudah hampir meledak, jangan ragu-ragu untuk kabur sebentar!
Jika Anda mendinginkan kepala Anda 1 menit saja, Anda akan menyadari bahwa pikiran Anda akan jauh menjadi lebih tenang dari sebelumnya. Jika Anda kembali dalam kondisi terkendali, maka Anda mampu mengambil keputusan dengan lebih objektif.
2. Tarik napas dalam-dalam, dan berpikirlah dengan perlahan.
Ambil napas yang dalam, dengan perlahan. Lalu tanamkan pikiran di kepala Anda. "Aku adalah seorang ibu" dan "Aku adalah seorang ayah". Pikirkanlah juga anak Anda. Anak-anak tidak akan melakukan kesalahan dengan sengaja. Mereka hanya belum paham bahwa yang mereka lakukan itu salah.
Berpikirlah bahwa anak tidak akan dengan sengaja mencari masalah dan menantang Anda. Jika Anda menarik napas dalam-dalam sambil berpikir demikian, Anda akan menjadi lebih tenang.
3. Saat Anda marah, lihatlah ke dalam cermin.
Saat Anda sedang marah besar, pernahkan Anda melihat diri Anda di dalam cermin? Jangan-jangan Anda bisa saja kaget dan ketakutan melihat bayangan wajah Anda yang menyeramkan. Berpikirlah apakah anak tidak akan ketakutan saat Anda menghadapinya dengan wajah seram itu.
Dengan melihat bayangan wajah yang tegang di cermin, sedikit demi sedikit wajah Anda akan berubah menjadi lebih rileks. Tenangkan diri Anda sejenak sambil melihat cermin.
4. Ingat kembali penyesalan Anda sesudah Anda marah.
Setelah meledakkan amarah terhadap anak, Anda pasti menyesal dan menyalahkan diri sendiri sambil berpikir "Kenapa aku tadi seperti itu. Seharusnya aku bisa lebih bersabar!". Ingatlah kembali hal itu agar Anda tidak sampai menyesal lagi.
Meskipun telah berjanji tidak akan marah lagi, saat Anda marah dan jika Anda teringat sosok Anda yang menyesal dan menyalahkan diri sendiri setelahnya, kali ini Anda pasti berpikir dua kali sebelum marah lagi. Ingatlah agar penyesalan tidak terjadi lagi.
5. Berpikirlah sepositif mungkin tentang niat/maksud anak Anda.
Saat anak melakukan sesuatu, sebisa mungkin berpikirlah dengan positif tentang apa kira-kira tujuan/alasannya melakukan hal tersebut. Ketika anak ngambek lalu menangis dan melempar barang, berpikirlah "oh, rupanya adik ingin memberitahu aku bahwa ia sedang kesal, tapi karena ia belum bisa ngomong, adik tidak tahu cara mengekspresikan kekesalannya, rupanya karena itu ia melempar barang."
Banyak situasi di mana kita tidak memikirkan alasan/maksud di balik tingkah laku anak dengan lebih dalam, tetapi justru kita langsung menunjuk dan menyalahkan 'tingkah laku' tersebut. Tentu saja ada tingkah laku anak yang memicu Anda marah, tetapi dari sudut pandang anak, mungkin baginya itu adalah permainan yang menarik, atau ia ingin mengekspresikan sesuatu tapi tidak tahu bagaimana caranya.
Berpikirlah sepositif mungkin tentang alasan/niat/maksud/tujuan di balik tingkah laku anak.
6. Beritahukan kepada anak Anda bahwa Anda sedang marah, dengan cara selembut mungkin.
Namanya amarah, tentu saja sulit untuk menahan diri. Karena itu, saat kepala Anda sudah mulai mendidih, lebih baik sekalian beritahukan kepadanya, bahwa Anda sedang tidak enak hati. Tetapi, pilih ucapan dan kata-kata yang lembut dan enak didengar. "Bunda kesal karena kamu melempar barang. Melempar barang itu bukan tindakan yang baik. Karena itu sekarang Bunda sedang marah."
Anak mampu menangkap nada suara Anda dan mampu membaca suasana hati Anda, sehingga ia akan berpikir, "rupanya tingkah lakuku membuat Bunda kesal."
Awalnya pasti tidak mudah mengekspresikan kemarahan dengan cara yang lembut karena kita harus memberi pengertian kepada anak sambil menahan emosi. Tetapi jika Anda berhasil melakukannya sekali dua kali, ini dapat menjadi cara yang efektif untuk meredam amarah. Saat Anda memberi penjelasan dan pemahaman kepada anak, Anda juga memberi waktu kepada diri sendiri untuk menjadi lebih tenang dan berpikir secara objektif.
7. Carilah solusi alternatif yang fleksibel.
Biasanya, ketika ayah atau ibu sedang marah, banyak keadaan di mana anak justru semakin tidak mau menurut.
Andai saja anak dengan mudah menuruti segala kemauan orangtua, tentu saja sangat baik. Tetapi mana mungkin anak-anak bisa seperti itu. Mereka cenderung bertingkah laku dengan spontan daripada mengikuti standar orangtua.
Saat anak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kemauan Anda dan ia keras kepala, baik juga untuk mencari solusi alternatif dengan cepat sebelum keadaan menjadi semakin di luar kendali. Semisal Anda memiliki lima hal yang Anda inginkan sebagai orangtua, akan sulit meminta anak untuk melakukan kelima-limanya dengan sempurna sesuai dengan keinginan Anda. Bisa saja Anda melakukan tiga hal, bisa saja kurang satu. Carilah rencana alternatif terbaik lainnya.
8. Jangan membayangkan. Lihatlah apa yang ada di depan mata Anda.
Amarah di hati Anda akan menumpuk dan membesar. 'Imajinasi' Anda memiliki peran penting terhadapa bertumbuhnya 'penyakit' amarah Anda. Jika Anda tidak melihat situasi dengan objektif dan selalu membayangkan yang tidak-tidak, Anda akan lelah dan stres sendiri.
Jangan terlalu banyak berpikir tentang sebab atau akibat yang buruk-buruk saja terhadap semua hal. Ambil keputusan dan bertindaklah dengan seobjektif mungkin.
9. Jika tidak bisa dihindari, nikmatilah!
Jika kekacauan yang dibuat anak sudah terlanjur terjadi, nikmatilah saja. Namanya sudah kejadian, pikirkan cara untuk membereskannya nanti saja dan nikmatilah sebisa mungkin. Jika anak menumpahkan satu kantong tepung terigu di lantai dapur, sekalian saja ajak anak bermain tepung terigu sepuasnya. Jangan terlalu khawatir terhadap baju atau lantai yang kotor dulu. Mainlah dan nikmati dulu sepuasnya.
Toh nasi sudah menjadi bubur. Pikirkan cara untuk mendisiplinkan anak nanti belakangan saja. Daripada Anda memarahinya sekarang dan membuatnya sedih dan stres, lebih baik sekalian saja Anda bermain bersamanya dengan gembira. Tentu saja, setelah semua selesai dan dibereskan, Anda tetap harus menyediakan waktu untuk memberi pengertian bahwa yang dilakukannya itu tidak benar dan mendisiplinkan anak.