MasukDaftarHalaman Saya
Pengasuhan Anak
Psikologis Si Kecil yang Tidak Anda Ketahui
Dibaca 1736
Bagikan artikel ini kepada orang-orang yang Anda sayangi.
Copy link
Anak Anda meminta Anda membacakan buku yang sama berulang kali? Atau gemar mengutak-ngutik kotak perhiasan dan kosmetik Anda? Sebelum buru-buru marah, pahami dulu hal-hal berikut!

1. "Minta dibacain lagi bukunya?"

Saat orang dewasa yang menonton film kesukaannya berulang kali, pasti ada saja yang selalu mendecakkan lidah. Sama juga halnya dengan anak Anda. Begitu ia menemukan buku, video, atau mainan favorit, ia tidak akan berhenti dan tidak akan pernah bosan untuk memainkannya berulang-ulang. Meskipun ia memutari satu tempat berulang kali, atau sudah hapal dengan lagu Baby Shark, setiap kali ia menonton videonya, ia akan merasakan hal baru. Meskipun konteks video/buku tidak berubah, tetapi cara berpikirnya akan terus berubah-ubah. Malah, 'ekspektasi' anak terhadap adegan apa yang akan terjadi selanjutnya, akan membuatnya lebih kegirangan. Dengan membaca secara berulang, ia akan memikirkan "hmm sebentar lagi adegan ini akan muncul..." dan ketika adegan tersebut benar-benar muncul, anak akan merasa puas terhadap ekspektasi yang mereka buat sendiri. Dan tentu saja, merasakan pemenuhan diri. Karena itu, kurang bijak jika Anda enggan membacakan buku kesukaan anak berulang kali. Meskipun dalam hati Anda berpikir "Kok ini lagi ini lagi?", bagi si kecil, buku tersebut adalah buku yang baru. Bacakanlah kembali buku kesukaannya tanpa mengurangi antusiasme Anda.

2. "Jangan pegang kosmetik Bunda ya."

Pada periode ini, anak-anak adalah "tukang tiru". Jika melihat Anda mengepel lantai, pasti ia akan ikut mengambil tisu atau kain lap dan melakukan gerakan yang sama. Pasti ia pernah melihat Anda duduk berdandan atau mengoleskan lipstik ke bibir Anda. Perilaku meniru pada anak adalah proses perkembangan yang wajar. Dengan demikianlah ia mengenal dan mempelajari karakter dan kegunaan benda-benda yang ada di rumah. Jika anak memperlihatkan sinyal bahwa ia ingin melakukan sesuatu bersama Anda, asal masih dalam batas kewajaran dan tidak berbahaya, sebisa mungkin bantu dan dampingilah. Biarkan ia bermain dengan peralatan dapur Anda, memandikan bonekanya, karena begitulah Anda memberi solusi yang efektif terhadap keinginannya untuk belajar.

3. "Kenapa sih naik dan manjat melulu?"

Sofa, kasur, tangga, bahkan tumpukan buku di lantai, pasti pernah terinjak oleh kaki si kecil. Ini semua disebabkan oleh 'jiwa bertualang' dalam diri anak. Semakin tinggi pandangannya, semakin ia bisa melihat pemandangan yang sebelumnya tidak kelihatan. Baginya, pemandangan itu betul-betul menakjubkan. Meskipun Anda berteriak, "Ayo turun, nanti jatuh!", baginya, peringatan Anda tidak sebanding dengan pemandangan barunya. Bahkan ketika anak sudah lebih besar, dan masih suka memanjat kesana kemari, ia pun punya alasan. Anak-anak percaya bahwa keberadaan seorang individu yang lebih besar dari dirinya memiliki kekuatan yang lebih besar. Memang sebetulnya, hingga menginjak usia 4-5 tahun pun, anak masih belum mengenal apa yang namanya bahaya. Karena itu, setidaknya untuk masa ini, sudah merupakan tugas Anda untuk melapisi lantai dengan matras, atau melapisi sudut-sudut meja dengan karet pengaman.

4. "Hari ini beli baju warna pink lagi ahh~"

Kenyataannya, banyak anak perempuan yang menyukai warna pink/merah jambu. Bahkan banyak kejadian di mana mereka "terobsesi" oleh warna tersebut, hingga ngotot dan menolak ketika dipakaikan baju warna biru atau hitam. Ada dua alasan utama di balik perilaku tersebut. Alasan pertama adalah 'temperamen bawaan perempuan'. Dibandingkan warna lain, warna pink memang terlihat paling indah dan atraktif. Tetapi di sisi lain, masyarakat tanpa sadar menanamkan persepsi warna juga. Entah itu pakaian, mainan, alat tulis, kebanyakan dibuat dengan warna pink untuk anak perempuan, sementara anak laki-laki identik dengan warna biru. Konteks yang sama terjadi pada mainan anak juga. Anak perempuan dianggap 'normal' jika bermain dengan boneka Barbie, sementara anak laki-laki harus main robot-robotan. Tetapi sebetulnya, tidak ada aturan demikian, bukan? Jika anak laki-laki Anda minta dipakaikan baju berwarna pink, atau anak perempuan Anda minta dibelikan robot-robotan, apa ada yang salah? Mengenalkan persepsi gender yang salah kepada anak, bisa berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak dengan sehat. Ucapan seperti "Kok adik milih baju warna pink? Anak laki-laki itu harus pakai warna biru!", akan membuat anak berpikir "Hm, rupanya aku sudah berbuat salah.", tetapi ia tidak tahu di mana letak kesalahannya. Karena itu, hargailah pemikiran anak, dan tanggapilah pendapatnya, tanpa dibumbui dengan persepsi yang kurang bijak.

5. "Kenapa mainan teman juga kamu anggap milikmu?"

Banyak anak-anak yang terus berkata "ini punyaku!" padahal jelas-jelas mainan tersebut bukan miliknya. Teman sepermainannya pun tidak mau kalah. Akhirnya, terjadilah pertengkaran. Pasti Anda merasa bingung juga. Tidak pernah maksud hati mengajarkan anak untuk 'mencuri', tetapi mengapa ia bertingkah demikian? Di periode ini, semua benda yang ada di hadapan anak akan dianggap sebagai miliknya. Ini karena dalam pikirannya, ia belum mengenal konsep kepemilikan, dan konsep dirinya semakin berkembang. Itulah alasannya mengapa ia merebut mainan teman, bahkan menangis dengan keras untuk memilikinya. Jika Anda hanya terus berkata "ini bukan punya kamu!" dan mengambilnya, ia hanya akan merasa kebingungan. Anda bisa mengganti ucapan Anda dengan kata-kata "Truk ini punya kamu, tetapi robot ini punya Dito." Dengan menjelaskan 'aturan main' dengan lembut, anak secara berangsur akan memahami apa yang benar dan apa yang salah. Dan percayalah, ini hanya sebuah fase, dan akan berlalu.

6. "Habis pup dan pipis, kok diliatin terus?"

Anak-anak sangat tertarik dengan topik seputar buang air. Persepsi bahwa itu adalah sesuatu yang kotor/jijik belum muncul pada dirinya. Ia semata-mata menganggapnya sebagai suatu pencapaian dan 'kreasi' dari tubuhnya. Setiap kali ia sukses buang air di toilet, ia akan berpikir, "wah, aku berhasil juga!"dan merasa bangga pada dirinya sendiri. Ada anak yang menganggap bahwa kotoran merupakan suatu bagian dari tubuhnya yang jatuh keluar, sehingga membuatnya penasaran dan ingin mengamatinya. Bahkan ada anak yang sampai menangis ketika toilet di-flush, karena ia menganggap ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya. Reaksi Anda saat anak memperlihatkan minat terhadap pup/pipis, akan sangat berpengaruh kepada emosinya. Semasa toilet training, Anda bisa menenangkan hati anak dengan bertanya, "Kalau udahan kita dadah yuk sama pupnya~", barulah siram toilet Anda.



Bahan pertimbangan
Konten Chai's Play tidak hanya terbatas diterapkan oleh ibu saja. Ayah, anggota keluarga lain, pengasuh dan para pendidik PAUD bisa mempraktikkannya juga.
Bagikan artikel ini kepada orang-orang yang Anda sayangi.
Copy link
Bagaimana dengan konten ini?